Kamis, 03 September 2015

Jurnal Pilihan 1

Tags

Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan  Warga Belajar Mencapai Kompetensi Keaksaraan Usaha Mandiri
(Studi  Pada Kelompok Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri Di Desa Tugumukti Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)

Oleh
Dr. Babang Robandi, M.Pd

ABSTRAK

Warga belajar yang telah selesai menguasai kompetensi keaksaraan dasar perlu dikembangkan lagi kompetensi keaksarannya melalui program pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan  pelaksanaan pembelajaran KUM yang selama ini masih memiliki kelemahan. Kelemahan dalam proses pembelajaran KUM diantaranya: 1) Tutor cenderung masih menerapkan strategi pembelajaran yang konvensional, metode ceramah sebagai andalan dalam proses pembelajaran. 2) Pelaksanaan pembelajaran KUM belum menyentuh pada ranah kebutuhan atau masalah dari warga belajar, cenderung keputusan lebih banyak  dilakukan oleh Tutor. 3)  Kewirausahaan atau jenis usaha yang dilakukan oleh warga belajar, hanya sebatas pengetahuan bukan hasil pengalaman mendalam. 4) Tindak lanjut kewirausahaan sebagai strategi keaksaraan, masih berkendala dari aspek jaringan usaha dan modal usaha, sehingga proses pembelajaran hanya sebatas tuntutan bantuan proyek saja.  Tujuan akhir dari  penelitian ini adalah menemukan sebuah model pembelajaran berbasis masalah yang difokuskan pada model pembelajaran berbasis masalah sebagai salah satu model pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai  kompetensi keaksaraan usaha mandiri.
Penelitian ini dikembangkan dan dilandasi
oleh  konsep belajar dan pembelajaran, konsep andragogi (pendidikan orang dewasa) dan konsep Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM).
Secara metodologis penelitian ini menggunakan prosedur penelitian dan pengembangan (research and development),dengan mix-method yang menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan kondisi aktual penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan, pendekatan kuantitatif untuk menguji efektivitas model yang dikembangkan. Model pengujian menggunakan desain ekperimen pre-test dan post-test yang diujicobakan pada kelompok tunggal (One-Group Pretest-Posttest Design), dan tidak menggunakan kelompok kontrol.
Dari penelitian ini berhasil diungkapkan berbagai potensi, permasalahan serta komponen-komponen penyelenggaraan program pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri. Implementasi model konseptual yang dikembangkan mampu meningkatkan kompetensi keaksaraan warga belajar secara efektif dan efisien, artinya hasil uji efektivitas memberi keyakinan bahwa kelompok eksperimen memiliki nilai kompetensi keaksaraan usaha mandiri yang lebih baik setelah diberi perlakuan (treatmen) melalui model pembelajaran berbasis masalah.
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah, terbukti mampu meningkatkan kemampuan  warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri. Hal ini  memberi indikasi bahwa model tersebut   dapat dijadikan  landasan  dan bahan masukan  untukbantu warga belajart  mencapai kemandirian dan keberlanjutan belajarya, sehingga  diharapkan dapat  mendukung keberhasilan program pendidikan keaksaraan usaha mandiiri (KUM)  yang dicanangkan oleh pemerintah selama ini. Rekomendasi penelitian ini ditujukan untuk praktisi, pengelola dan penyelenggara pendidikan keaksaraan usaha mandiri, Dinas pendidikan dan peneliti selanjutnya.

Kata Kunci: Model pembelajaran, Pembelajaran berbasis masalah, Kompetensi, Warga belajar, Keaksaraan usaha mandiri.
A. Pendahuluan
Upaya pengentasan penduduk buta aksara sangat penting dalam pembangunan manusia. United Nations Development Programme (UNDP) menjadikan angka melek huruf sebagai salah satu komponen dari empat indikator penentu Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) suatu negara, di samping rata-rata lama pendidikan, rata-rata usia harapan hidup (indeks kesehatan) dan pengeluaran keluarga (indeks ekonomi). Bahkan bisa jadi komponen melek huruf merupakan prasyarat sekaligus trigger bagi peningkatan indeks komposit lainnya yang menjadi penentu IPM. Oleh karena itu, dilihat dari perspektif kepentingan nasional, pemberantasan buta huruf mempunyai nilai sangat strategis dan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan pendidikan.
Prioritas pemberantasan buta aksara terhadap penduduk orang dewasa dalam pembangunan pendidikan, didasari oleh pertimbangan: (1) satu-satunya cara meningkatkan HDI yang paling murah dan cepat adalah dengan cara menurunkan jumlah buta aksara secara signifikan; (2) tingkat keaksaraan penduduk suatu negara sangat mempengaruhi tingkat kesehatan, gizi, kematian ibu dan anak, kesejahteraan, dan angka harapan hidup; (3) pendidikan merupakan hak asasi setiap warga Negara, oleh sebab itu penduduk yang masih buta akasara wajib dan prioritas memperoleh layanan pendidikan; (4) penyandang buta aksara erat kaitan dengan kebodohan, keterbelakangan, pengangguran, dan ketidakberdayaan menjadi miskin yang bermuara pada rendahnya produktivitas penduduk. (Suryadi, 2007).
Sebagai wujud pencanangan gerakan nasional pemberantasan buta aksara intensif, diimplementasikan dalam bentuk rencana aksi nasional, dengan target pada tahun 2015 adalah “tercapainya peningkatan sebesar 50% pada tingkat keaksaraan orang dewasa yaitu kelompok usia 15 tahun ke atas dan perempuan  pada tahun 2015 dan akses yang sama terhadap pendidikan dasar dan pendidikan berkelanjutan bagi semua orang dewasa”. Sementara target yang ingin dicapai oleh Kabinet Indonesia Bersatu, adalah “Tercapainya peningkatan sebesar 95% pada tingkat keaksaraan orang dewasa yaitu kelompok usia 15 tahun ke atas dan perempuan pada tahun 2009”. (RPJM 2004-2009). Pelayanan pendidikan bagi masyarakat yang masih menyandang predikat buta huruf dilakukan melalui pendidikan keaksaraan. Pendidikan keaksaraan  merupakan salah satu upaya untuk memenuhi hak-hak dasar memperoleh pendidikan, juga merupakan bagian dari pemenuhan hak-hak asasi manusia.
Penuntasan angka buta huruf terutama untuk kelompok produktif dibutuhkan sistem dan model pembelajaran masal, mustari, menarik dan mumpuni yang mampu memberdayakan warga belajar sehingga out put pendidikan keaksaraan tidak saja mampu mencapai standar kompetensi keaksaraan tingkat dasar dalam kemampuan calistung saja, melainkan sistem dan model pembelajaran tersebut harus mampu memberdayakan warga belajar untuk dapat mengembangkan kompetensi dasar tersebut secara berkelanjutan kearah kemampuan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat pasca pendidikan keaksaraan dasar pada umumnya masih merasa sulit keluar dari jerat kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Bahkan masih terjadi para lulusan yang pernah mendapat surat keterangan melek aksara tingkat dasar mengalami penurunan kemampuan menjadi buta aksara kembali. Hal ini disebabkan karena  mereka yang telah tergolong pasca pendidikan keaksaraan dasar masih belum  memiliki kesempatan untuk memelihara dan mengembangkan kemampuan keaksaraan yang fungsional bagi peningkatan kualitas diri dan kehidupannya. Oleh karena itu warga belajar yang telah selesai menguasai kompetensi keaksaraan dasar perlu dikembangkan lagi kompetensi keaksarannya melalui program pendidikan keaksaraan yang dapat membantu dirinya untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri.
Sejalan dengan  itu, dewasa ini sedang dikembangkan program Keaksaraan Usaha Mandiri yang selanjutnya disingkat dengan KUM. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan keberdayaan penduduk butu aksara usia 15 tahun ke atas melalui peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan dan berusaha secara mandiri. Untuk memberdayakan warga belajar yang telah mencapai kompetensi keaksaraan tingkat dasar, perlu dilanjutkan dengan program pendidikan keaksaraan yang dapat mengembangkan kemampuan mereka untuk mampu berusaha secara mandiri.
Program pendidikan keaksaraan usaha mandiri yang selama ini berjalan masih memiliki kelemahan terutama dalam aspek hasil belajarnya, yakni kemampuan warga belajar dalam menguasai kompetensi keaksaraan usaha mandiri masih rendah. Kelemahan ini disebabkan oleh lemahnya komponen-komponen pengelolaan pembelajaran,  salah satunya adalah  strategi pembelajaran KUM meliputi : 1) Tutor cenderung masih menerapkan strategi pembelajaran yang klasikal atau tradisional, metode ceramah sebagai andalan dalam proses pembelajaran. 2) Pelaksanaan pembelajaran KUM belum menyentuh pada ranah kebutuhan atau masalah dari warga belajar, 3) Ada cenderung bahwa keputusan dalam pembelajaran KUM lebih banyak  dilakukan oleh tutor. 3)  Jenis usaha yang dikembangkan dalam pembelajaran KUM masih terbatas pada aspek pengetahuan berusaha bukan pada kompetensi berusaha sebagai hasil pengalaman nyata dan mendalam. 4) tindak lanjut kewirausahaan sebagai strategi keaksaraan, masih terkendala dari aspek jaringan usaha dan modal usaha, sehingga proses pembelajaran hanya sebatas tuntutan bantuan proyek saja.
Bertolak dari kondisi tersebut penelitian ini bermaksud mengembangkan suatu  model pembelajaran yang dapat memberdayakan warga belajar pendidikan keaksaraan agar dapat  memelihara dan memperkuat kompetensi keaksaraan mereka, dan dapat meningkatkan kemampuan mereka  untuk dapat berusaha secara mandiri. Di samping itu penelitian dan pengembangan model pembelajaran ini dimaksudkan untuk meminimalisir kelemahan pembelajaran keaksaraan usaha mandiri (KUM) yang selama ini terjadi.  Dari gambaran tersebut, diperlukan model pembelajaran keaksaraan yang mengintegrasikan kemampuan  memecahkan masalah dalam beruasaha secara mandiri dengan kemampuan memelihara dan meningkatkan keberaksaraannya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengangkat  model pembelajaran keaksaraan usaha mandiri tersebut, dengan mengembangkan  model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai  kompetensi keaksaraan usaha mandiri.  Lokasi penelitian pada kelompok belajar pendidikan keaksaraan  di Desa Tugumukti Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
B.  Perumusan dan Pembatasan Masalah
Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ Bagaimana model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri? Secara rinci masalah tersebut dijabarkan ke dalam sub-sub masalah sebagai berikut :
1.   Bagaimana kondisi empirik model pembelajaran pendidikan keaksaraan usaha mandiri selama ini  di lapangan?
2.   Bagaimana model konseptual pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar dalam mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri?
3.   Bagaimana implementasi model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar dalam mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri ?
4.   Bagaimana efektivitas model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar dalam mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri ?
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dengan fokus penelitian pada pengembangan model pembelajaran  untuk meningkatkan kemampuan warga belajar   mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri.  Metode penelitian yang digunakan adalah  metode penelitian dan pengembangan (research and development), dengan menggunakan analisis data secara gabungan yakni analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.  penelitian dan pengembangan, menurut  Borg dan Gall (2003: 570) ada  sepuluh langkah kegiatan yang perlu ditempuh  yaitu: (1) survey terbatas dan pengumpulan informasi (research and information collection), (2) melakukan perencanaan (planning), (3) mengembangkan rancangan model produk awal (develop preliminary form of product), (4) melakukan ujicoba produk awal (preliminary field testing), (5) menyempurnakan (main product revision), (6) melakukan uji lapangan produk utama (main field testing), (7) memperbaiki kembali hasil uji lapangan (operational product revision),  (8) melakukan ujicoba kembali (operational field testing), (9) menyempurnakan model untuk mengembangkan model akhir (final product revision), dan (10) diseminasi dan sosialisasi model (dissemination and distribution).
Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan keterbatasan kemampuan penulis,   penelitian ini menempuh  tujuh tahapan, yaitu: penelitian pendahuluan, penyusunan model konseptual, validasi model konseptual, merevisi model konseptual, melakukan  uji coba model,  penghalusan model, dan desiminasi produk akhir.
Secara skematik langkah-langkah dan alur penelitian dan pengembangan model  yang ditempuh dapat dilihat pada gambar berikut



















 Sumber: Data Pengelola, 2011
Lokasi penelitian   pada  tiga kelompok belajar pendidikan keaksaraan usaha mandiri  yaitu   (1) Kelompok belajar Pelita Harapan, (2) kelompok belajar Hebras dan  (3) kelompok belajar Sedap Malam, dengan penyebaran subyek penelitian sebagai berikut:
Tabel  3.1
Jumlah Penyebaran Subyek Peneltian
Nama Kelompok Belajar
Pengelola
Tutor
Warga
Belajar
Pelita Harapan
1
2
12
Hebras
1
3
12
Sedap Malam
1
3
16
JUMLAH
3
8
40






Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif dilakukan dengan mengorganisasikan data, mengelaborasikannya ke dalam unit-unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting, dan membuat kesimpulan. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan sebagai pendukung dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara umum tentang peningkatan kemampuan warga belajar mencapai kompetensi KUM.
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Deskripsi kondisi empiris pembelajaran pendidikan keaksaran usaha mandiri dalam pelaksanaannya belum optimal yang ditunjukan dengan adanya permasalahan menyangkut komponen input, proses output impact dan kemitraan. (1) input, meliputi: Warga belajar keaksaraan usaha mandiri belum secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran, dan  kurangnya motivasi warga belajar keaksaraan usaha mandiri untuk mengembangkan materi pelajaran yang dipelajari dan. (2) Proses, yaitu: Strategi pembelajaran yang klasikal dalam program keaksaraan usaha mandiri sehingga dalam pembelajaran warga belajar memecahkan persoalan hanya sebatas memenuhi ketercapaian program bukan ketercapaian kompetensi keaksaraan, pembelajaran masih berpusat kepada tutor, waktu pembelajaran yang sangat terbatas sesuai dengan alokasi program, dan belum jelasnya kompetensi yang harus dikembangkan oleh pengelola program. (3) output, berupa kompetensi keaksaraan tidak menjadi standar ketercapaian program subsidi. (4) impact, yaitu: belum dilakukan kegiatan pendampingan sebagai bagian dari tindak lanjut subsidi program dan tidak dilakukannya pemantauan ketercapaian kompetensi warga belajar keaksaraan usaha mandiri oleh pemberi subsidi. (5) kemitraan, kemitraan yang terjalin belum mendukung dalam pemberdayaan lulusan program.
Text Box: Standar Keaksaraan - KUM

Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, kondisi faktual dan kebutuhan belajar serta karakteristik dari warga belajar keaksaraan usaha mandiri, maka peneliti menyusun model pembelajaran berbasis masalah seperti yang digambarkan sebagai berikut:










          










                                                                                
Perencanaan program pembelajaran keaksaraan, adalah suatu penentuan urutan tindakan, perkiraan kegiatan, serta penggunaan waktu untuk suatu kegiatan pembelajaran keaksaraan yang didasarkan atas data tentang kebutuhan, potensi dan sumberdaya di sekitar warga belajar, dengan memperhatikan prioritas yang wajar dan efisien untuk tercapainya tujuan pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran KUM menitikberatkan pada partisipasi warga belajar, karena perencanaan pembelajaran program pendidikan keaksaraan memiliki prinsip pembelajaran partisipatif, desain lokal, dan  konteks lokal. Perencanaan pembelajaran yang dikembangkan sebaiknya  memuat  hal-hal berikut:
(a) Tujuan yang jelas, dimana tujuan dari program ini adalah ketercapaian kompetensi keaksaraan usaha mandiri (KUM) bagi tingkat pasca keaksaraan dasar.
(b) Penggalian informasi dan sumber-sumber informasi, upaya tersebut bertujuan untuk memperoleh informasi program yang tepat dan sesuai dengan minat, potensi dan berbasis pada masalah hidup warga belajar.
(c) Pelaksanaan perencanaan pembelajaran, yaitu penyusunan kaidah-kaidah perencanaan pembelajaran, mulai dari silabus, RPP yang disertai dengan variasi metode pembelajaran, sehingga warga belajar tidak merasa bosan atau jenuh. Serta pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar itu sendiri. 
(d)Evaluasi perencanaan program, yaitu dapat diperoleh secara tertulis maupun lisan. Selain tes tertulis, yang menandakan kemampuan keaksaraan warga belajar, dapat pula melalui diskusi warga belajar yang mengangkat materi-materi serta permasalahan dalam kehidupan warga belajar.
Model pembelajaran berbasis masalah melatih dan mengembangkan kemampuan warga belajar  untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual warga belajar. Di samping itu model  ini pun sangat bermanfaat untuk merangsang kemampuan warga belajar melakukan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan maslah. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar warga belajar dapat berpikir optimal.
Dalam pelaksanaannya pembelajaran berbasis masalah dalam pendidikan keaksaraan dapat ditempuh melalui dua  tahap yaitu  yaitu  tahap problem posing dan  tahap problem solving. Tahap problem posing merupakan suatu proses memunculkan masalah, dan juga suatu langkah untuk memecahkan masalah yang lebih rumit dari sebelumnya. Proses ini dapat dimunculkan dari situasi nyata yang dialami  warga belajar atau dapat juga dimunculkan oleh tutor. Sedangkan tahap problem solving merupakan pemecahan masalah. Dalam problem solving ini pembelajaran meliputi dua aspek yaitu masalah untuk menemukan hal hal yang menjadi kerisauan warga belajar dalam menjalani kehidupannya (problem to find),  dan masalah membuktikan bagaimana solusi yang dipelajari dapat membantu memecahkan masalah nyata yang dirasakan warga belajar  (problem to prove).
Output dari proses pembelajaran KUM adalah warga belajar memiliki kemampuan (personal skill – social skill – vocasional skilll) cakap dalam mengenal diri, berfikir rasional, kerjasama, bertenggang rasa, memiliki keterampilan yang dapat diandalkan serta mendayagunakan potensi dan peluang yang ada di lingkungan sekitarnya baik untuk belajar maupun untuk jadikan sumber mata pencaharian yang dapat diandalkan.out terseut dievaluasi melalui tiga tahap penilaian yaitu penilaian awal, proses dan akhir, dengan melibatkan warga belajar.
Untuk menghasilkan model pembelajaran berbasis masalah yang dapat meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri, model konseptual terlebih dahulu divalidasi oleh pakar dan praktisi penyelenggara. Tujuan validasi adalah untuk memperoleh tanggapan atau masukan dari pihak lain sehingga model tersebut layak diimplementasikan.
Model pembelajaran berbasis masalah yang diimplementasikan adalah model yang telah dilakukan validasi secara konseptual sehingga komponen-komponen model memenuhi syarat.
Model yang diimplementasikan tersebut terlihat pada gambar dibawah ini :

 


 Untuk mengetahui tingkat kelayakan model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri peneliti melakukan uji coba sebanyak dua kali. Pada uji coba tahap pertama dilaksanakan di kelompok peneliti terlibat dalam diskusi perencanaan dan pelaksanaan program pembelajaran dan bertindak sebagai fasilitator dan narasumber sekaligus pengamat. Dari hasil uji coba tahap pertama diperoleh gambaran model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri dapat terimplementasikan sesuai dengan harapan.
Pada uji coba tahap ke dua peneliti bertindak sebagai pengamat terhadap implementasi model pembelajaran yang dilaksanakan oleh tutor. Berdasarkan hasil uji efektivitas model yang dilakukan melalui perhitungan rata-rata skor hasil pre test dan post tes diketahui bahwa kemampuan warga belajar dalam mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri meningkat setelah mengikuti pembelajaran berbasis masalah. Skor pre test di ketiga kelompok tersebut memiliki rata rata sebesar 11.05; standar deviasi sebesar 3.942.  Hal ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan skor sesudah mengikuti pembelajaran berbasis masalah pada program pendidikan keaksaraan usaha mandiri. Dari data dapat terlihat bahwa rata-rata skor post test baca sebesar 14.58; standar deviasi sebesar 3.500.
E.  Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari gambaran asil penelitian bahwa :  Pertama, secara empirik pengelolaan pembelajaran pendidikan keaksaraan usaha mandiri selama ini belum dilaksanakan secara optimal, sehingga berakibat kemampuan warga belajar dalam mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri masih rendah. Salah satu faktor penyebab rendahnya kompetensi warga  belajar adalah model dan strategi pembelajaran yang belum relevan dengan tujuan program pendidikan keaksaraan usaha mandiri. Kedua, secara konseptual model pembelajaran berbasis masalah yang dikembangakan dengan  berpijak pada landasan teori, landasan yuridis dan landasan empiris,  meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ketiga, dengan dukungan berbagai pihak antara lain pengelola, tutor, warga belajar dan tokoh masyarakat yang ada, model pembelajaran berbasis masalah dapat diimplementasikan sesuai dengan harapan. Keempat, model pembelajaran yang dikembangkan setelah melalui implementasi menunjukkan hasil yang efektif dalam meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri. Hal ini berarti bahwa implementasi model  yang dikembangkan secara efektif  mampu meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri.
Penelitian ini memberikan rekomendasi  bahwa model pembelajaran berbasis masalah terbukti mampu meningkatkan kompetensi warga belajar pendidikan keaksaraan  usaha mandiri (KUM). Hal ini  memberi indikasi bahwa model tersebut dapat memberi  masukan dan mendukung keberhasilan program pendidikan keaksaraan usaha mandiri yang dikembangkan selama ini, baik oleh praktisi, pengelola dan penyelenggara pendidikan keaksaraan usaha mandiri,  dan pemerintah melalui Dinas pendidikan  yang menjadi agen penyelenggara pendidikan keaksaraan usaha mandiri juga bagi  peneliti lain yang berminat mengembangkan penelitian lebih lanjut terkait dengan masalah pendidikan keaksaraan usaha mandiri.

F.   Daftar Pustaka
Abdulhak, I. (1990). Program Kerja Paket A Hubungannya dengan Motivasi Meningkatkan Pendapatan dan Motivasi Mengikuti Pendidikan Lanjutan. Disertasi Sekolah Pascasarjana IKIP Jakarta. Tidak diterbitkan.
Abdulhak, I. (1996). Strategi dan Motivasi Pembelajaran Pendidikan Orang Dewasa. Bandung: Rosdakarya.
Amir,M. T. (2009). Inovasi pendidikan melalui problem based learning: bagaimana pendidikan memberdayakan pemelajar di era pengetahuan. Jakarta: Pradana Media Grup.
Bhola. (1984). Literacy in Theory and Practice. Cambridge University Press.
Bogdan, Robert. and Biklen, Sari Knop. (1982). Qualitative Research For Education: An Introduction to Theory and Methods.  Boston : Ally and Bacon;
Borg and Gall, (1989). Educational Research, New York :Pinancing. Washington: The Word Bank.
Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. London: Sage Publication, Inc.
Hudaya. (2006). Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Maslah Pada  Pemeblajaran Program Paket A.  Direktorak Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal Ditjen PMPTK, Jakarta:  Depdiknas
Ibrahim,  M  dan  Nur.  (2005). Pengajaran  Berdasarkan  Masalah.  Surabaya: University Press.
Jalal, F., Supriadi D., (2001), Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Jakarta : Adicita Karya Nusa.
Joyce Bruce. Et al.(2000) . Models of Teaching. 6th Ed. Allyn & Bacon: London
Knowles, M. S. (1977). The Modern Practice of Adult Education: Andragogy Versus Paedagogy, New York: Association Press
___________, (1984). Andragogy In Action. San Francisco: Jossey-Bass, Inc.
Kusmiadi, A. (2007). “Standar Kompetensi Tutor Pendidikan Keaksaraan: Refleksi dari Pengembangan Model di Jayagiri”. Jurnal Ilmiah VISI Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non-Formal (PTK-PNF). Vol. 2, No. 1, 17 – 22.
Kusnadi et al. (2005), Pendidikan Keaksraan Filosofi, Strategi, Implementasi, Jakarta : Ditjen PLS.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2008). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.
Winataputra S, Udin (2006) Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis, Tinjauan Psiko Pedagogis, Bahan Diskusi dan Latihan pada  Diklat Pedagogik Widyaiswara LPMP dan PPPG,  FKIP dan PPS Universitas Terbuka
Sumber Departemen :
Balitbang Pusat Data dan Informasi Pendidikan., (2003), Statistik Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda tahun 2002/2003. Jakarta: Balitbang Pusat Data dan Informasi Pendidikan Depdiknas
Direktorat Pendidikan Masyarakat, (2005) Laporan Akhir Penelitian Kompetensi Tutor Dalam Proses Pembelajaran Kelompok Belajar Keaksaraan Fungsional,   Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Keaksaraaan Ditjen PLSP, Jakarta:  Depdiknas. 
--------------, (2003), Data Buta Aksara Propinsi dan Kabupaten Seluruh Indonesia Tahun 2003, Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat.
--------------, (2003), Pendidikan Keaksaraan dan Rencana Aksi Nasional, Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat.
--------------, (2003), Buku Pedoman Tutor Program Keaksaraan Fungsional, Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat.
--------------, (1998), Pedoman Pelatihan Tutor Keaksaraan Fungsional, Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat.
--------------, (2009), Acuan Bantuan Penyelenggaraan Program PBA, Inovasi Keaksaraan Untuk pemberdayaan, Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi dan Lembaga/Organisasi Mitra, Ditjen Pendidikan Nonformal dan Informal, Jakarta : Depdiknas 
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2006. Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan wajib Belajar Pendidikan dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
UNESCO.  (2000). Education for All 2000 Assessment Synthesis. Dakar  :World   Education Forum.

Sumber Internet:
Duch, J. Barbara. (1995).  Problems: A Key Factor in PBL.   [Online]. Tersedia : http://www.udel.edu/pbl/cte/spr96-phys.html.  [ akses 21 Juli 2010].
Glazer,  Evan.  (2001).  Problem  Based  Instruction.  In  M.  Orey  (Ed.),  Emerging perspectives  on  learning,  teaching,  and  technology  [Online].  Tersedia:  http://www.coe.uga.edu/epltt/ProblemBasedInstruct.htm.  [akses 17  Juni 2005].
Hafis Muaddab(2011) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)  [Online].  Tersedia di : http://hafismuaddab.wordpress.com /2011/06/07/model-pembelajaran-berbasis-masalah-problem-based learning [akses 7 Juni 2011]
Hamzah, (2004). Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. Tersedia : http://www.udel.edu/pbl/cte/spr96-phys.html.  [ akses 21 Juli 2010].
Major,  Claire,H  dan  Palmer,  Betsy.  2001.  Assessing  the  Effectiveness  of Problem-Based  Learning  in  Higher  Education:  Lessons  from  the Literature.  [Online].  Tersedia  : http://www.rapidintellect.com/AE Qweb/mop4spr01.htm [ akses 14 Juli 2010]
Santyasa, I W. (2004). Seminar dan Lokakarya: Desain Pembelajaran Berbasis Model SOI. [Online]. Tersedia: http://www.freewebs.com/santyasa / PDF_Files /PEMBELAJARAN_MODEL_SOI.pdf. [akses: 12 April 2010]
Susento dan M. Andy Rudhito. (2009)  Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah, [Online]. Tersedia : http://warungpendidikan.blogspot.com/2009/01/pendekatan-pembelajaran-berbasis_24.html [akses: 17 April 2011]


Terimakasih atas waktunya untuk berkunjung di rumah kecil ini. O ya, trims juga commentnya.
EmoticonEmoticon