Jumat, 27 Agustus 2010

Senang sekali bisa ikut Posting kolaborasi yang di gagas oleh trimatra. Bagi saya, ini adalah pengalaman pertama ikut posting kolaborasi. Mudah-mudahan bermanfaat.

Ramadhan, segala keindahan untukmu,
dengan kerendahan hati saya menuliskan segala berkahmu.

" Sesungguhnya kami telah menurunkan Al Quran pada malam Al Qadar dan tahukah kamu apa yang dimaksud dengan malam kemuliaan (Al Qadar) ituu, malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turun para malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin tuhannya untuk mengatur semua urusan, sejahterahlah malam itu sampai terbit fajar.(QS.Al Qadr ayat 1-5) "
Malam Al Qadar tidak bisa diprediksi kapan akan datang. Disebutkan bahwa malam Al Qadar adalah pada 10 malam terakhir dimalam Ramadhan.
Diriwayatkan oleh HR Bukhari dari Aisyah, Rasulullah bersabda:
" Carilah dengan hati-hati sekali malam Al Qadar itu pada malam-malam yang ganjil dari puluhan yang akhir dari ramadan ".

Saya berharap bisa menghiasi malam-malam Ramadhan dengan segala kegiatan ibadah yang bermanfaat. Misalnya tadarus, shalat berjamah dan membuka kembali pelajaran-pelajaran agama atau memperbanyak mengikuti pengajian agama untuk mempertebal keimanan terhadap Allah SWT sehingga dalam sebulan penuh kita bisa memanfaatkan kesempatan yang sangat langka ini.
Beberapa hal yang bisa dilakukan agar selama dalam bulan ramadhan terisi oleh kegiatan bermanfaat adalah :
a. Atur jadwal pekerjaan kita
b. Biasakan menargetkan garapan mengaji Al Quran dalam sehari selama bulan ramadhan sehingga menjadi kebiasaan yang berlanjut di bulan berikutnya
c. Perbanyak kegiatan sosial secara berkelompok
d. Kurangi jadwal tidur, perbanyak shalat taubat
e. Susun dan hapalkan doa-doa, baca doa-doa dan harapan kita berkali-kali setiap saat di bulan ramadhan
f. Sering-seringlah mengingatkan hati kita sendiri, orang terdekat kita dalam keluarga, teman kita kantor, dan orang-orang disekitar kita untuk senantiasa mengisi bulan Ramadhan dengan kegiatan bermanfaat.

Menjelang keindahan malam Al Qadar, saya sangat berharap bisa menikmatinya, mengisinya dengan segala amalan, mengucap doa-doa taubat tanpa henti, dan Allah senantiasa memberikan kekuatan dan kemantapan hati agar bisa menjalani ramadhan dengan penuh amalan sejak awal ramadhan dan tidak kendor di akhir ramadhan

Pada malam ke 12 Ramadhan kemarin di mesjid tempat saya ikut shalat tarawih, sebelum menunaikan Ibadah Shalat tarawih, Ustadz biasa memberikan wejangan selama 10 menit. Isi wejangannya adalah tentang kebiasaan orang-orang yang lebih mengutamakan berkumpul di tempat-tempat kotor diibaratkan lalat yang mengerumuni bangkai, sedangkan kebiasaan orang yang berkumpul di tempat yang baik diibaratkan dengan semut yang mengerumuni gula. Subhanallah.

Semoga kita bisa, mendapatkan tamu agung itu.
Malam seribu bulan, kemuliaan Lailatul Qadar selalu dinanti hamba-hamba Allah yang mengharapkan pahala yang setara dengan 1.000 bulan. Malam itu lebih berharga daripada 83 tahun 4 bulan.
Allahu Akbar..
salam

Selasa, 24 Agustus 2010

Panggilan untuk Bapak dan Ibu Baru

Di Kampung saya, ada kebiasaan sepasang suami istri yang menjelang menunggu kelahiran anaknya selain mempersiapkan segala keperluan proses kelahiran sang bayi, mereka biasa membicarakan "panggilan" yang sesuai bagi Bapak dan Ibu baru.
Misalnya :
Ema (tanpa k) dan Bapa (tanpa k)
Emak dan Bapak
Ayah dan Ibu
Ayah dan Bunda
Papa dan Mama
Papah dan Mamah
Abah dan Ambu
Abi dan Umi
dan lain-lain.
Masyarakat di kampung saya kadang menyesuaikan diri untuk sebuah panggilan identitas orang tua bagi anak-anaknya. Meskipun bukan sebuah paksaan bagi mereka untuk menggunakan identitas tersebut diatas meski secara "faktor kelayakan" ternyata tidak sesuai menurut pandangan sepihak saja. Misalnya masyarakat mengkategorikan panggilan bagi bapak dan ibu baru berdasarkan atas :
a. pekerjaan yang dimiliki
b. status sosial dimasyarakat
c. sistem kekerabatan yang berkembang dilingkungan keluarga besarnya
d. aspek religi yang dianut
e. aspek sosial kemasyarakatan
Ah, mungkin masyarakat di kampung saya terlalu "legowo", meskipun demikian ada beberapa keluarga yang bebas saja tak mempedulikan sama sekali kesesuaian aspek-aspek diatas untuk panggilan "bapak dan ibu baru". Saya pikir sah-saha saja kita menentukan panggilan bagi "Bapak dan Ibu baru". Apalah artinya istilah panggilan yang penting panggilan itu baik, sopan, pantas dan bisa diterima masyarakat.
Kita bebas atas panggilan "ayah dan ibu", "ayah dan bunda", "ema dan bapa",atau apalah yang utama adalah bisa berperan sebagai orang tua yang baik dan memberi suri tauladan bagi anak-anaknya.
Di daerah lain anda tentu mengenal panggilan seperti Ompung (baca Opung), inang, Enya, Babe, Rama (romo), simbok, Biyung, Papi dan Mami, Papih dan Mamih dan lainnya. Kesemuanya adalah khasanah budaya kekerabatan negara kita yang kaya raya.

Senin, 16 Agustus 2010

Kodok dan Cacing

Seekor Kodok berbincang dengan seekor Cacing. Masing-masing mengungkapkan mimpinya.
Kodok : Tadi malam saya bermimpi,air di empang ini menyusut habis hingga saya kebingungan harus menyelam kemana. Semua ikan yang ada di empang ini mati. Untunglah saya bisa hidup di dua tempat. Air dan darat. Meski hanya mimpi, sekarang saya hidup di darat saja. Hidup di air ternyata membuat saya shock.
Setelah mimpi itu saya terbangun dan saya masih di air lalu saya melompat ke darat.
Cacing : O begitu dok?.Saya tadi malam bermimpi bahwa dunia tempat tinggal kita ini pecah seperti sebuah semangka. Semua isinya keluar berantakan. Semua mahluk yang ada dibumi ini mati, saya sempat membicarakan ini dengan seekor belut sebelum sakaratul maut menjemput saya.
Lalu saya terbangun dari mimpi itu. Dan tidak mau hidup di dalam tanah. Tapi saya tidak bisa hidup di luar tanah, badan rasanya panas tidak adem seperti kala didalam tanah.
Tiba-tiba, seekor ayam datang dan memakan sang cacing.
Kodok berteriak-teriak ketakutan,setelah ia pun disantap ular yang lewat.

Senin, 09 Agustus 2010

Beas Perelek (Beras Perelek)

Hari Sabtu pagi, saya dimenginap di rumah Ibu di Ciamis. Pagi-pagi sekali Saya dikejutkan oleh seorang Bapak yang menggendong karung plastik. Awalnya sangat curiga, sebab baru saja dapat sms dari teman bahwa akhir-akhir ini sedang musimnya penculik yang membunuh anak-anak dengan ciri-ciri salah satunya membawa karung.
Bapak tersebut, berucap salam :
Bapak : Assalamualaikum..perelek Bu?
Saya menjawab dalam hati :.. waalaikumsalam.., Saya tidak menampakkan diri keluar dan hendak sembunyi, serta segera menutup pintu sebab takut si Bapak tersebut adalah penculik anak-anak. Dari dalam kamar muncul Ibu, sambil membawa sebuah gelas kecil berisikan beras. Saya terkejut, kok penculik di beri beras ?
Ibu mendatangi si Bapak tadi, serta memasukkan beras ke karung yang dibawa si Bapak tersebut. Saya lantas keluar dari persembunyian. (xixixi..)
Saya : Bu, siapa si bapak tadi ?
Ibu : Oh, dia pengumpul beras perelek neng. Kampung kita menggerakkan kembali gerakan beas perelek. Dulu waktu kecil, kau juga suka mengumpulkan beas perelek kan untuk lingkungan RW kita..
Saya bengong dan terkejut telah bersyakwasangka tidak baik.
Saya : Oh iya ya. Oh masih adakah gerakan beas perelek tersebut Bu?
Ibu : Masih ada, akhir-akhir ini mulai digerakkan lagi, untuk membantu fakir miskin di sekitar lingkungan RW kita.
Beas (beras ) perelek, merupakan salah satu kegiatan mengumpulkan beras kepada warga masyarakat, lingkupnya biasanya per RW (Rukun Warga). Beras yang dikumpulkan dari masyarakat biasanya dikumpulkan di ketua RW, dihimpun dan disalurkan bagi masyarakat yang benar-benar tidak mampu, petugas ronda, anak yatim piatu atau untuk kegiatan masyarakat lainnya. Dalam seminggu biasanya petugas pengumpul beras ini berkeliling 2 kali. Masyarakat bebas memberikan takaran beras yang diberikan, tergantung kemampuan dan keihklasan.
Gerakan beas perelek dulu ketika saya kecil, sangat gencar dilakukan. Di tengah jalan sempat mengalami kemunduran bahkan terhenti, namun kini di kampung Ibu saya mulai di gerakkan kembali.
Peristiwa tadi mengingatkan saya dulu waktu kecil, ketika dengan sangat gembira mengumpulkan beras perelek dari setiap rumah dengan membawa karung plastik. Meskipun hasil yang diperoleh tidak begitu banyak, tetapi melalui kunjungan ke tiap rumah jalainan silaturahmi ke tetangga selalu terjaga. Saya masih ingat teriakannya :...
perelek..perelek..perelek..
salam

Senin, 02 Agustus 2010

Gotong Royong, Ups...

Assalamualaikum wr wb,
Ka Bapa-bapa, Ibu-ibu, pamuda jeung pamudi nu teu gaduh padamelan sareng kapentingan. Mangga diantos di jalan kanggo kerja bakti meresan jalan kanggo persiapan bade di aspal tea. Tiasa nyandak pacul, kampak,palu, karung sareng nu sanesna. Hatur nuhun….

(Kepada Bapak-bapak, Ibu-ibu, Pemuda dan Pemudi, yang tidak mempunyai kepentingan dan kegiatan di rumah, mari kita bersama-sama turun ke jalan untuk membereskan jalan raya menuju kampung kita yang akan di aspal. Bisa membawa cngkul, kapak, cerokan , karung bekas dan lain sebagainya. Terimakasih.)
Wassalamualaikum wr.wr

Seruan tersebut terdengar jam 7.30 pagi. Ketika saya baru selesai mencuci pakaian. Tadinya saya berniat pergi melihat-lihat kain sarung di Kota untuk ayah. Tapi mendengar seruan tersebut niat saya jadi urung. Malu juga jika tidak ikut kerja bakti , gotong royong di jalan.
Jam 8.00
Terdengar lagi seruan di pengeras suara mesjid dekat rumah saya:
Ka Bapa-bapa, Ibu-ibu, pamuda jeung pamudi, mangga saenggalna diantos di lokasi kerja bakti! Margi ieu jalan kanggo urang sadayana, mun teu ku urang ku saha deui bade dilereskeun. Margi sateuacan diaspal ieu jalan kedah di bersihan heula tina jukut, sareng batu nu taringgul. Sakali deui. Diantos!

Kepada Bapak -bapak, Ibu-ibu, Pemuda dan Pemudi. Mari ditunggu segera di tempat gotong royong. Sebab jalan ini untuk kita semua, jika bukan oleh kita,..oleh siapa lagi jalan ini dibereskan. Sebab sebelum diaspal, kita harus membersihkan jalan dulu dari rumput liar dan batu yang menonjol disana-sini. Sekali lagi , ditunggu!

Seruan tersebut, terdengar kembali. Mungkin orang – orang belum datang. Padahal hari ini hari jum’at dan biasanya orang-orang dikampung saya yang kebanyakan petani biasanya ada di rumah dan tidak bekerja.

Jam 8.30, kembali seruan dari pengeras suara di mesjid terdengar kembali.
Assalamualaikum..wr.wb
(Bapa-bapa, ibu-ibu pamuda pamudi nu masih di bumi, mangga di antos di lokasi gotong royong.Nyandak pakakas sagaduhna masing-masing. Nuhun.)
Diantos.

(Bapak-bapak, ibu-ibu, pemuda dan pemudi yang masih di rumah, mari ditunggu dilokasi gotong royong. Bawa alat – alat untuk membersihkan jalan yang dipunyai masing-masing. Terimakasih)
Walaikum salam.

Seruan tersebut seolah sedikit bernada kesal. Mungkin orang-orang termasuk Saya belum datang ke lokasi gotong royong. Saat itu Saya belum selesai membereskan rumah dan memang kantor sedang libur. Bagi saya waktu libur sangat berarti dan rencana mau digunakan untuk kepentingan keluarga. Tapi kali ini berbeda. Akhirnya saya beranjak ke lokasi gotong royong. Owh,..ternyata ketika lewat warung depan, di dalam warung masih ada saja bapak-bapak dan pemuda yang mengobrol dan tidak mempedulikan seruan tersebut.
Saya beranjak ke tempat gotong royong, dengan membaya sapu lidi dan cerokan. Di lokasi gotong royong, Nampak bapak-bapak, ibu-ibu serta pemuda dan pemudi sedang turut serta membersihakn jalan. Ada yang menyapu, mencabuti rumput liar, membabat tanaman dipinggir jalan, ada yang menggotong sampah, menggotong pasir kemudian di siramkan di jalan yang bolong-bolong, mengukur lebar jalan untuk kepastian ukuran lebar jalan yang akan di aspal, ada juga jalan memecahkan batu-batu dan meratakan jalan dengan peralatan sederhana.
Wah, terasa sekali nuansa saling menyapa, saling menanyakan kabar, bertegur dan bersenda gurau. Suasana kebersamaan yang sangat kental. Pak Punduh (Kepala Kampung), menyapa saya dengan tersenyum.

Pak Punduh : Pagi Neng, tidak kerja ? Syukurlah, kami sangat membutuhkan bantuan partisipasi masyarakat meskipun minimal.
Saya tersenyum sipu, malu juga. Terus terang saya kurang bermasyarakat karena memang faktor pekerjaan yang cukup padat sehingga jarang bertemu dengan tetangga sekitar.
Saya : ,”Pagi pak, sedang libur. Terimakasih pak. Lumayan sambil olahraga,”. Jawab saya.
Saya pun turut terjun ke dalam proses gotong royong.

Sepulang gotong royong, saya membaca beberapa tulisan tentang gotong royong sambil menikmati jus mangga. Penasaran dengan istilah gotong royong itu sendiri.

Istilah gotong royong paling tidak bisa diartikan sebagai kegiatan bersama untuk bekerja secara bersama-sama untuk mencapai hasil yang didambakan bersama. Kata kuncinya bersama-sama. Dilakukan dengan ikhlas dan tanpa pamrih, dilakukan sesuai kekuatan masing-masing, ada semangat kebersamaan dan ada komunikasi untuk saling memaknai kebutuhan bersama. Saya melihat ada sebuah nilai moral yang muncul di dalamnya yaitu ihklas untuk turut ambil bagian dalam sebuah pekerjaan demi kepentingan bersama sehingga puncak yang paling ingin dicapainya adalah kesejahteraan bersama.
Sayang, nilai ini mulai luntur. Konon, gotong royong sangat kental di desa-desa dan kampung-kampung. Tetapi ternyata sekarang sudah mulai memudar. Lihatlah kejadian dikampung saya tadi. Hingga tiga kali tokoh masyarakat menyerukan kepada warganya untuk berpartisipasi untuk membereskan jalan yang akan di aspal. Padahal jika jalannya sudah baik, kan masyarakat sendiri yang menikmatinya. Akses jalan menjadi lebih baik, enak dan lebih mudah.
Prof. Dr. Haryono Suyono melalui Yayasan Damandiri menyodorkan solusi untuk membangkitkan lagi budaya gotong royong yaitu dengan dengan pembentukan dan pembangunan pos pemberdayaan keluarga (Posdaya) di setiap desa atau pedukuhan. Strategi yang ditempuh adalah pembangunan berbasis masyarakat, dengan menempatkan manusia atau penduduk sebagai titik sentral pemberdayaan, dan prioritas pembangunan. Disini manusia diberikan peran yang cukup strategis dan diberikan kesempatan untuk membangun dirinya dan orang-orang di sekitarnya melalui kegiatan yang sifatnya bisa meningkatkan dan menghidupkan kembali semangat gotong-royong, yang akhir-akhir ini mulai mengendor bahkan menurun.
Menurut Mulyono Daniprawiro, seorang Kandidat Doktor Universitas Satyagama, Jakarta, beliau berpendapat bahwa : “Saat ini tidak sedikit desa yang berubah menjadi kota, orangnya masih tetap seperti orang desa, namun secara administratif desa itu telah berubah menjadi kota, dan diperkirakan hampir 50 - 60 % penduduk tinggal di wilayah perkotaan atau penduduk urban. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi bangsa ini, karena penduduk urban ini pendidikannya masih relatif rendah, cara pandang maupun cara berpikir juga relatif sempit, namun suasananya sudah semakin demokratis, sehingga mereka ini mendapatkan keleluasaan untuk menentukan pilihannya sesuai dengan aspirasinya, walaupun kadang-kadang aspirasi tersebut bukan murni muncul dari diri sendiri dan tidak sedikit yang hanya ikut-ikutan. Dengan adanya informasi yang dengan mudah diakses, maka orang-orang desapun dengan mudah melihat, menyaksikan dan bahkan dengan mudah pula meniru apa yang telah terjadi di negara maju atau di tempat-tempat lain yang menurut mereka bisa ditiru dan diterapkan di daerahnya.

Bagaimana menumbuhkan gotong royong di kota ? Masih adakah di jaman sekarang, gotong royong itu?. Anda tentu geleng-geleng kepala. Dimana jaman globalisasi yang makin global, manusia makin egois dan individualistis. Ah..saya semakin terhenyak ketika berpikir ke arah sana.

Sumber tambahan : http://septa-ayatullah.blogspot.com
http://www.madina-sk.com
(sayang kegiatan gotong royong di kampung saya tidak sempat diabadikan dengan gambar: mungkin saja ada tambahan donasi dari anda untuk kelanjutan proses pengaspalan jalan. hehehe)