Kamis, 31 Desember 2009

2010

Pagi -pagi sekali ada sms datang dari bibi di Jakarta.
begini isinya:

' Saudaraku...hiduplah tiap hari, seperti "MATEMATIKA", Meng(x) kan sukacita, Meng (-)i kesedihan, Me (+) semangat, mem (:)i kebahagiaan dan mengkuadratkan kasihsayang. " MET TAHUN BARU 2010". Semoga tahun ini semakin membawa kebahagiaan dan kesuksesan.
Amin ya Rabb."

Amin kembali saya balas sms tersebut.

Met tahun baru, bro and sis semua.
kali ini sekedar up date singkat saja atas isi blog ini. Akhir Desember saya bener-bener babak belur oleh kerjaan dan tugas kuliah, serta mau ngadepin UAS yang cukup menyedot energi hingga ga bisa BW kemana-mana.

Harapan saya, semua teman-teman sehat walafiat dan makin sukses ya..
mari ah..tinggal dulu.
meski mau ngadepin UAS, saya refreshing dulu kemarin ke Ancol, Dufan, kemudian berkesempatan ke Kubah mas dan nengok penghuni Ragunan di Jakarta Timur. Di akhir tahun 2009 saya habiskan waktu di daerah puncak Bogor berlibur bersama keluarga. Sambil deg-degan nunggu ujian akhir semester....(hihihihihih..beginilah hidup. kita mau seneng-seneng, selalu aja diselingi yang ga seneng-seneng yah, btw nikmati aja)

salam

Senin, 14 Desember 2009

Dari Bengkulu - Kota Manna dan Bintuhan

Bismillahirrahmanirrahim... Halo temen-temen semua, mudah-mudahan para bloger semua ada dalam keadaan sehat walafiat.

Ini adalah deskripsi perjalanan pekerjaan saya saat ke Bengkulu menuju Kota Manna dan Daerah Bintuhan. Perjalanan ini dalam rangka tugas kantor saya, di awal Deesmber lalu. Saya pikir tidak perlu dijelaskan konteks pekerjaan saya ke daerah tersebut. Yang jelas, melakukan monitoring dan evaluasi sebuah program blockgrant dari pemerintah pusat.
Dari Bandung, saya berangkat pagi sekali menggunakan travel bersama beberapa kawan, karena pesawat Mandala Air menuju Bengkulu take off jam 7.40 pagi. Sampai di Bandara Soekarno Hatta jam 5 pagi hingga Shalat Subuh di Bandara dan sarapan sebentar mengisi perut.
Alhamdulillah tidak ada delay, dan pesawat tepat waktu take off nya hingga bisa tiba di Bandara Fatmawati tidak terlalu siang. Tiba di Bengkulu, cuaca cukup bersahabat tidak terlalu panas dan hujan turun rintik-rintik menyambut dengan ramah.
Perjalanan menuju Bengkulu Selatan, Kota Manna siap dimulai.
Sengaja saya tidak pakai mobil travel dari Bandara Fatmawati, tetapi naik umum saja. Saya pikir lebih bisa menikmati suasana "orang kebayakan" di mobil umum tersebut. Dari sekitar Bandara Fatmawati ada mobil umum menuju Kota Manna, biayanya Rp.50.000,- , 4 jam perjalanan. Wuiih 4 jam bro, sis...kebayang ga?
Saya berangkat bersama 2 orang teman menuju Manna, mobil pun tak lama penuh penumpang, rata-rata mereka adalah masyarakat pekerja, pedagang dan petani. Bahkan mereka membawa barang bawaan yang cukup banyak, ada juga yang membawa durian. Sepanjang perjalanan, wangi durian terus muter-muter didalam mobil, hingga rasanya puyeng banget kepala saya.
Jalanan menuju Kota Manna, tidak semuanya mulus. Bahkan banyak lubang disana-sini, saya menikmatinya, daerahnya lebih banyak perkebunan karet dan kelapa sawit. Kebetulan di daerah yang dilewati (Seluma dan Pino) sedang musim durian, hampir di setiap sudut dan belokan pinggiran perkebunan sawit, berjejer penjual durian.
Pak Sopir, meski badannya tambun kelihatannya ia cukup gesit membawa mobil di kelokan, turunan, dan tanjakan yang berliku. Untuk menghalau rasa kantuk, ia menyetel lagu dangdut yang diputar sejak dari Kota Bengkulu. Alhasil, saya bersama teman dibikin mabuk, mabuk wangi duren dari bagasi mobil dan mabuk lagu dangdut, serta mabuk keringat (baik keringat sendiri maupun keringat penumpang lain..he,..he.). Mobilnya tidak ber AC lg. AC nya langsung dari angin yang masuk dari jendela mobil yang dibuka lebar-lebar. Wuiihh, sebuah perjalanan yang mengasyikan sekaligus menguras energi dan kesabaran. Jauh sekali dengan mobil travel Bandung - Jakarta yang luas dan ber AC.
Mobil terhenti, ditengah jalan. Sepertinya daerah perkebunan karet. Pak Supir keluar tergesa, kemudian menerobos masuk hutan. Ehh..ternyata ia kebelet pipis. (ha..ha..ha). Lalu ia kembali dengan wajah lega. Hampir 4 jam perjalanan didominasi oleh pemandangan hutan, perkebunan karet, kelapa sawit, tukang durian, domba-domba yang melintas begitu saja di jalanan hingga hampir saja mobil yang kami tumpangi menabrak domba gembalaan tersebut.
Akhirnya, sampai juga di Kota Manna. Kota Manna adalah Ibukota dari Bengkulu Selatan. Cuaca cukup panas. Kami langsung menuju tempat makan. Rumah makan Padang, kami serbu dengan penuh rasa lapar.
Perut terisi, kami langsung menuju hotel untuk menginap. Setelah Chek in, dan shalat Dzuhur, langsung saja kami tertidur pulas kecapaian.....brr...rrrr...zzzzz..zzz. tertidur pulazz....Bangun tidur jam 4 sore. Rasanya, hilang sudah kepenatan. Petugas hotel menawarkan, untuk menikmati durian yang dijajakan tepat dipinggir hotel.
Wow..kami langsung blingsatan menuju ke depan, memilih durian dan menikmatinya. Durian bengkulu terkenal cukup besar dan manis.
Ini dia duriannya!
Konon supaya tidak mabuk durian, setelah makan durian, kita harus minum air putih dan air putihnya di teteskan dicangkang duriannya lalu diminum.
Hal ini diyakini bisa menjadi daya tawar untuk gas dari durian yang kita makan. Benar atau tidaknya saya kurang tahu, tapi saya mencobanya.
Menginap di Kotta Manna, bagi saya cukup enak. Meski cuaca cukup panas tapi masyarakat kota tersebut ramah, para penjual duriannyapun ramah, pelayan di rumah makan yang saya datangi ramah-ramah pula, para pedagang kakilima yang mangkal di depan hotel juga baik-baik. Meski kota ini dapat giliran mati lampu, Alhamdulillah hotel tidak mati lampu sebab punya gen set yang cukup bertenaga.

Pada pagi harinya, dimulailah pekerjaan saya hingga siang. Ga usah dideskripsikan yah, prosesnya, yang jelas pekerjaannya selesai sampai sore.
Saya menginap semalam di kota Manna, jam 4 sore kami chek out dari hotel di kota Manna, lalu berangkat lagu menuju Daerah Bintuhan Kaur. Jarak tempuh dari Kota Manna ke Bintuhan sekitar 2 jam perjalanan darat. Biasa pakai kendaraan umum lagi. Saya dan teman ga sewa travel, sengaja aja ingin menikmati transportasi khas daerah sana.
Menuju Bintuhan, tidak beda dengan perjalanan sebelumnya, banyak perkebunan karet dan kelapa sawit, menyebrang jembatan-jembatan besar dimana salah satunya melewati sungai Padang Guci. Pemandangannya cukup indah. Menjelang beberapa kilometer mendekat ke Bintuhan, jalan raya yang kami lalui sedikit merapat ke daerah pantai sehingga pemandangan laut lepas Samudera Indonesia cukup kelihatan, ombaknya besar dan bergemuruh.
Sampai dikota Bintuhan Kaur, hampir malam. Hujan turun dengan lebatnya, lampu-lampu mati. Cukup menakutkan, kota ini seperti kota mati. Untung lampu hidup kembali, hingga wajah kota Bintuhan kembali terlihat manis. Kota Bintuhan, tidak terlalu jauh dengan laut lepas Samudra Indonesia, banyak muara-muara dari anak sungai yang menempel dikota ini sehingga tidak heran di tepian sungai tersebut nampak biawak berenang dan bercengkrama diatas air. Kota Bintuhan ini berbatasan dengan daerah Liwa Lampung.
Tidak ada hotel yang cukup representatif menurut saya di sana, tetapi ada penginapan yang cukup enak untuk istirahat. Kami sempat berjalan-jalan mengitari kota ini, menuju ke pantainya tetapi waktu sudah sore dan tidak cukup waktu untuk menikmatinya lebih jauh. Setelah makan malam, kami kembali mencari tukang durian yang berjajar di alun-alun kota Bintuhan. Kembali kami menikmatinya. Durian Bintuhan, tidak jauh berbeda dengan durian dari Kota Manna. Besar dan manis-manis.
Menginap di Bintuhan, yang sering mati lampu membuat saya kurang tidur, menjelang malam sering mati lampu, tapi karena kecapaian dan kenyang oleh durian akhirnya saya bisa tidur juga. Pagi harinya, saya bersiap melakukan pekerjaan sampai siang hari, mengecek perkembangan sebuah program, merekam kendala dan kemajuannya serta membuat analisis tindaklanjutnya.
Pukul 3, pekerjaan rampung. Saya bersiap pulang menuju Kota Bengkulu. Wuiihh, ada rasa enggan pulang dari Kota Bintuhan mengingat perjalanan yang begitu panjang sekitar 6 jam. Tapi harus apalagi, selaku "prajurit" tetap harus kembali ke kesatuan lagi. (hi..hi..hi..hi).
Pulang dari Bintuhan, menuju Kota Bengkulu kami diantar teman memakai kendaraan roda empat yang representatif, tidak berdesakan lagi dengan penumpang lain. Di jembatan Sungai Padang Guci, kami berhenti untuk makan. Kali ini menunya adalah menu ikan sungai Padang Guci. Tempat makannya, persis disamping jembatan sungai Padang Guci.
Nah ini dia, ikan sungai Padang Guci. Ikan ini terkenal gesit, berada diantara air deras dan ditangkap oleh para pencari ikan dengan cara dipancing atau di jaring. Rasanya enak, renyah dan dagingnya empuk. Hanya tulang-tulangnya cukup keras.
Akhirnya setelah puas makan, kami bersiap pulang. Perjalanan 6 jam ke depan siap menunggu. Saya tertidur pulas di kendaraan hingga tak ingat apapun. dan terbangun, mobil yang mengantar sudah parkir di hotel Kota Bengkulu, tidak jauh dari rumah peninggalan Ibu Fatmawati.
Alhamdulillah ya Allah, terimakasih.
Malamnya saya belanja makanan khas Bengkulu di pusat Jajanan Kota Bengkulu. Mulai dari lempok (dodol durian), aneka jenis kerupuk ikan laut, gantungan kunci beraneka ragam, dll. Ada kain besurek, kain batik khas bengkulu.
Besok siangnya, kami pulang menuju Jakarta.





Selasa, 08 Desember 2009

Moment Terakhir Saya dengan Kakak

Hari ini hujan turun rintik-rintik tak berhenti, saya keluar ruangan kantor dan memandang ke atas langit yang mendung, rintik-rintik air hujan turun perlahan membasahi wajah ini. Saya tetap memandang ke atas langit, tetes air itu datang begitu saja dari atas. Subhanallah.

Rintik hujan ini mengingatkan kepada almarhum kakak. Sudah 11 tahun, kakak kandung saya meninggal. Ia meninggal di usia 35 tahun pasca melahirkan anak pertamanya yang baru berusia 4 hari. Waktu itu saya, hanya bertemu semalam dengannya. Sebab sebelumnya saya berada di Bandung, dan hari ke tiga saya baru bertemu dengannya.
Malam ke-empat, pasca melahirkan saya ngobrol dengannya.
Kakak : Neng, jika nanti kakak sudah sehat, kakak akan pergi ke sekolah dan mengajar seperti biasa, titip si Ujang ya neng. Nama bayinya sudah Kakak tulis di buku yang biasa Kakak bawa ke sekolah.
Ia menitipkan putra pertamanya juga kepada Ibu.
Saya : O iya, tentu saya akan menjaganya Kak. Dia kan keponakan pertama saya.
Malam berlanjut, saya tidur dengan kakak dan si bayi mungil.
Besok paginya, ketika waktu Dhuha, Kakak meminta untuk diantar mandi. Katanya Ia ingin membersihkan diri selepas melahirkan 3 hari kebelakang. Saya pun menyiapkan air panas. Selepas mandi, kakak bersolek memakai pakaian barunya, dan membedaki wajahnya serta menyemprotkan wewangian ke tubuhnya. Ia tampak cantik, meski guratan lelah diwajahnya selepas melahirkan masih saya lihat.
Kemudian Kakak menyusui sang bayi dengan penuh kasih dan sayangnya. Si bayi tertidur pulas.
Kakak kemudian mengambil air putih dan meminumnya. Beberapa menit kemudian tiba-tiba ia, tersengal dan mengeluhkan sakit didada. Saya terkejut. Ia kemudian terjatuh, dan saat itulah Malaikat maut menjemputnya. Kulihat Kakak melirik sejenak ke anaknya yang tertidur pulas.
Aku panik. Menjerit. Ibupun ikut menjerit. Ibu mendekap kakak, membisikan kalimat takbir berkali-kali. Allahu Akbar!Alahu Akbar. Kakak menutup mata untuk selamanya.
Aku semakin menjerit. Menjerit sekuatnya. Ibu masih mendekap Kakak, Ia meronta dan menjerit pula. Air mata tak kuasa kubendung. Kiamat kecil telah datang kepada Kakak. Allah SWT memanggilnya. Saya tak kuasa menerima kenyataan saat itu. Saya baru bertemu, semalam kemudian kakak meningalkan untuk selamanya.
Peristiwa itu saya kenang terus, itu adalah moment terakhir saya dengan kakak.
Betapa sesak dada ini ketika mengenangnya. Air mata selalu menyertainya.
Semoga Amal ibadah Kakak di terima oleh Allah.

Bolehkah saya mengenang moment terakhir itu, ya Allah?
Mengapa begitu cepat saya harus berpisah dengan Kakak?
Ia adalah saudara kandung saya satu-satunya?
Andai ia masih ada, tentu ia akan jadi anak kebanggaan ayah dan ibu ?
Andai ia masih ada, tentu aku mempunyai saudara untuk berbagi tentang kehidupan ini, berbagi tentang suka dan duka, berbagi kegembiraan tentang kehadiran anak saya.

Mungkin Allah SWT mempunyai rencana lain.
Dan saya percaya rencana Allah adalah yang terbaik.

Salam






Rabu, 02 Desember 2009

Ia


Ia

Ketika si matahari hendak pergi,
ketika itu kami bertemu
Ia tidak berubah,
masih mencintaiku, meski ia sudah beristri.

Ia begitu berharap,
Tapi tidak mungkin dan saya tidak mau
mohon maaf

Apa daya Si Manis telah merebut hatiku kala itu,
dan Ia bukan jodohku,

Saya tersenyum ketika ingat ia merayuku,
Tapi Tuhan menutup hatiku saat itu.

salam