Rabu, 29 September 2010

Pendidikan : Kapan diselaraskan ?

Saat saat indah di sekolah...
tak terlupakan..
saat-saat lulus sekolah dan jadi pengangguran adalah saat-saat paling menyedihkan..

(kata-kata ini saya baca di sms dari teman lama satu sekolah)

Ketika membaca pesan singkat tersebut, saya berupaya merenung.

Tidak bisa dipungkiri, pendidikan kita makin menghasilkan para penganggur yang angkanya semakin makin tinggi. Saya peroleh data Sakernas BPS (2008), menunjukkan bahwa penduduk yang berpendidikan tingkat dasar (44,39 %) dan menengah (40,44%) merupakan kontributor terbesar terhadap angka pengangguran di Indonesia. Ini baru tahun 2008, yang terbaru (tahun 2010) terus terang saya belum memiliki, mungkin lebih besar lagi.
Pendidikan salah satu cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tetapi keberadaanya kini seolah tidak berdaya ketika lulusannya harus bersaing kompetitif di dunia kerja yang begitu beragam jenis dan substansi kompetensi yang diperlukannya. Bahkan kini, ditenggarai makin tinggi pendidikan seseorang juga semakin menunjukkan rendahnya tingkat kemandirian. Maka bisa dikatakan pengangguran terdidik semakin "membludak", tanggungjawab institusi pendidikan dan pemerintah semakin menumpuk untuk mengatasinya. Menurut para pakar pendidikan hal ini salahsatunya dikarenakan relevansi pendidikan dengan dunia kerja sudah semakin renggang dan penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan sendiri-sendiri. Meski kita mengetahui bahwa pendidikan kini digarap melalui dua jalur yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal dan informal tetap saja relevansi pendidikan dengan dunia kerja nampak belum saling klop. Pendidikan non formal dan informal yang ditenggarai sebagai jalur kedua yang membantu dalam mengurangi pengangguran terdidik ternyata masih perlu meningkatkan layanan programnya menjadi lebih tajam dan terarah. Lembaga kursus di Indonesia yang jumlahnya sepuluribuan dan lembaga pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) yang jumlahnya limaribuan perlu semakin menajamkan layanan program dalam menyeleraskan program yang dilakukannya dengan kebutuhan dunia kerja.

Ada sedikit angin segar ketika, Kemendiknas mencoba membuat solusi dengan merencanakan sebuah program melalui Program Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja awal Januari 2010 silam , dengan menitikberatkan pada pembekalan kompetensi lulusan yang berjiwa wirausaha dan selaras dengan kebutuhan di dunia kerja. Diharapkan program ini dapat menyiapkan sumber daya manusia yang siap kerja dan/atau dapat menciptakan kerja serta mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan baik lokal, nasional maupun internasional.

Saya sendiri cukup tertarik dengan ide dari Mendiknas yang direncanakan sejak awal Januari 2010 silam.
saya berhenti merenung ...
Dan hilanglah ide saya tentang bagaimana supaya pendidikan di negara indonesia ini bisa relevan dengan dunia kerja . Meski itu bukan urusan saya, sebagai warga masyarakat yang peduli pendidikan ...mmhhmmm..(: sok pahlawan...hehehe..,) saya berharap bisa menyumbangkan secuil pemikiran tentang implementasi program ini meski dalam kerangka sederhana.
Perlu diamati dan dijadikan pemikiran adalah bagaimana implementasinya. Terkait penyelerasan pendidikan dengan dunia kerja ? program ini menurut saya tidak jauh berbeda dengan dengan link and match yaitu untuk mengatasi soal pengangguran terdidik. Yang saya lihat program link and match beberapa tahun lalu bersifat mengklopkan lembaga pendidikan, pasar atau tempat wirausaha, dan pemerintah.
Sementara ide penyelerasan pendidikan dengan dunia kerja memerlukan sinergitas banyak pihak dan lembaga yang harus terlibat. Bukan hanya industri saja, tetapi terkait kerjasama dengan beberapa kementrian. Semakin banyak yang terlibat tentu penanganannya memerlukan ketelitian dan usaha yang sungguh-sungguh serta pembagian peran yang sesuai. Saya melihat bahwa kerjasama antar lembaga dalam melakukan sebuah program di Indonesia cenderung masih kurang erat. Yang ada lebih pada melaksanakan program masing-masing karena ego lembaga, sebab rasa "kegotongroyongan" sebagai sebuah nilai luhur bangsa cenderung sudah mulai menipis. Kegamangan inilah yang menjadi pemikiran saya.

16 komentar

jgn ampe deh, nambahin angka pengangguran...

tapi kayaknya harus didefinis ulang tentang kategori pengangguran dalam sensus itu. meliaht kenyataan di sekitarku dimana orang berpendidikan tinggi lebih pilih pilih pekerjaan dan lebih suka pilih nganggur daripada kerja kasar. orang yang berpendidikan rendah justru jarang mau diam dan selalu ada saja yang dikerjakannya. kecuali bila kerja non kantoran tidak disebut sebagai pekerjaan, mungkin itu benar..

perlu pembedaan yang jelas antara pendidikan dan sekolah, pendidikan harus maju, sekolah baiknya bubarkan saja

Bang Pendi doa'in deh moga2 aja Neng Rara bisa jadi pengusaha sukses biar temen2 yang jadi pengangguran bisa tertampung...

Salam hangat & sehat selalu...

Perlu pendidikan enterpreneurship mulai diberlakukan dalam Kurikulum pendidikan di Indonesia. Agar mind set ingin menjadi pegawai itu pupus sampai generasi kita saja mbak, jangan ke generasi dibawah kita.

semoga pendidikan Indonesia dapat berkembang pesat sampai kepenjuru negeri sehingga dapat mengurangi pengangguran

aku setuju dengan mbak ajeng.. kayaknya pendidikan enterpreneurship perlu diberikan dan dikembangkan, jadi mahasiswa ga cuma dicetak untuk jadi pekerja tapi juga seseorang yang membuka peluang kerja...

assalamualaikum...
@ penghuni 60 : iya lah..hindari. Apalagi negara kita kita sedang banyak cobaan, jangan tambah lagi dengan angka pengangguran ya?
A rawins : seperti itulah, kadang tingkat pendidikan yang tinggi pada akhirnya mengurangi kreatifitas sebab ia terbelenggu oleh kompetensi yang dimilikinya dan sikap kemandirian akhirnya terkikis oleh egoisme kompetensi khusus yang ia miliki
@ muhamad a vip : pendidikan adalah sebuah cara, sekolah sarananya (meski kategorinya terlalu ekslusif dan terkesan formal). medium untuk pendidikan tidak hanya di saja kan?
@ ajeng : setuju mbak ajeng. Bahkan denger denger kini Kadin sedang menggalakan enterpreneurship dengan pendekatan pada lembaga-lembaga pemerintah hingga yang paling terkecil yaitu desa. Sebuah peluang bagi desa untuk menggalakan enterprenership bagi masyarakatnya dengan memberdayakan semua potensi yang ada, hingga kelak mungkin angka pengangguran terdidik di desa bisa terkurangi.
@ exort : semoga saja bang..tentu bukan hanya tugas kemendiknas saja kan?
yolliz : jangan sampai terlena oleh "ekslusifitas" jurusan yang dipilih oleh mahasiswa yang bersangkutan ya lizz..
thanks sudah berkomentar
salam

begitulah teori dan implementasi sering tidak sesuai ya...moga lebih baik kedepannya..amin

Jadi hran, pdhal pndidikan kt skrg yg dah terjangkit kapitalisme dah bih brorientasi k dunia krja yg materialistik bkan lg pda kualitas pddikan tu sdri..

sedih juga melihat realita di negara kita. ada pernyataan yg sangat menyentil, "..ditenggarai makin tinggi pendidikan seseorang juga semakin menunjukkan rendahnya tingkat kemandirian". menurut saya, semakin tinggi pendidikan, seharusnya semakin mandiri dan kreatif yg bersangkutan. setidaknya pendidikan bisa membuat seseorang semakin terbuka wawasannya terhadap beragam pilihan hidup yg bisa ia jalani. :(

ya itulah kesalahan sistem pendidikan mbak. Lembaga pendidikan hanya mencetak tenaga kerja bukan sebagai pencipta lapangan kerja.

Hai,

Sudah lama aku nggak blogwalking. Karena memang dah lama juga nggak blogging. Hehehehehe.... Datang sekedar menyapa. Semoga dirimu sehat dan selalu bahagia.... dan semoga belum lupa dengan persahabatan kita.

:)

Salam,

Ninneta

mari bantu indonesia dalam mengentaskan pengangguran dan kemiskinan

teori dan praktek kadang memang tidak sinkron..

penyelalarasan pendidikan dengan job-deman itu...sedikit solusi dari berjibunnya masalah pendidikan dan duina kerja.

Terimakasih atas waktunya untuk berkunjung di rumah kecil ini. O ya, trims juga commentnya.
EmoticonEmoticon