Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk
Meningkatkan Kemampuan Warga Belajar Mencapai
Kompetensi Keaksaraan Usaha Mandiri
(Studi
Pada Kelompok Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri Di Desa Tugumukti
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)
Oleh
Dr. Babang
Robandi, M.Pd
ABSTRAK
Warga belajar yang telah selesai
menguasai kompetensi keaksaraan dasar perlu dikembangkan lagi kompetensi
keaksarannya melalui program pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan pelaksanaan pembelajaran KUM yang selama ini
masih memiliki kelemahan. Kelemahan dalam proses pembelajaran KUM diantaranya:
1) Tutor cenderung masih menerapkan strategi pembelajaran yang konvensional,
metode ceramah sebagai andalan dalam proses pembelajaran. 2) Pelaksanaan
pembelajaran KUM belum menyentuh pada ranah kebutuhan atau masalah dari warga
belajar, cenderung keputusan lebih banyak
dilakukan oleh Tutor. 3)
Kewirausahaan atau jenis usaha yang dilakukan oleh warga belajar, hanya
sebatas pengetahuan bukan hasil pengalaman mendalam. 4) Tindak lanjut
kewirausahaan sebagai strategi keaksaraan, masih berkendala dari aspek jaringan
usaha dan modal usaha, sehingga proses pembelajaran hanya sebatas tuntutan
bantuan proyek saja. Tujuan akhir
dari penelitian ini adalah menemukan
sebuah model pembelajaran berbasis masalah yang difokuskan pada model
pembelajaran berbasis masalah sebagai salah satu model pembelajaran dalam
pendidikan luar sekolah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri.
Secara metodologis penelitian ini
menggunakan prosedur penelitian dan pengembangan (research and development),dengan mix-method yang menggabungkan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan kondisi
aktual penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan, pendekatan kuantitatif
untuk menguji efektivitas model yang dikembangkan. Model pengujian menggunakan
desain ekperimen pre-test dan post-test yang diujicobakan pada kelompok tunggal
(One-Group Pretest-Posttest Design), dan
tidak menggunakan kelompok kontrol.
Dari
penelitian ini berhasil diungkapkan berbagai potensi, permasalahan serta
komponen-komponen penyelenggaraan program pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri.
Implementasi model konseptual yang dikembangkan mampu meningkatkan kompetensi
keaksaraan warga belajar secara efektif dan efisien, artinya hasil uji
efektivitas memberi keyakinan bahwa kelompok eksperimen memiliki nilai
kompetensi keaksaraan usaha mandiri yang lebih baik setelah diberi perlakuan (treatmen)
melalui model pembelajaran berbasis masalah.
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
berbasis masalah, terbukti
mampu meningkatkan kemampuan warga
belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri. Hal ini memberi indikasi bahwa model tersebut dapat
dijadikan landasan dan bahan masukan untukbantu warga belajart mencapai kemandirian dan keberlanjutan belajarya,
sehingga diharapkan dapat mendukung keberhasilan program pendidikan
keaksaraan usaha mandiiri (KUM) yang
dicanangkan oleh pemerintah selama ini. Rekomendasi penelitian ini ditujukan
untuk praktisi, pengelola dan penyelenggara pendidikan keaksaraan usaha mandiri,
Dinas pendidikan dan peneliti selanjutnya.
Kata Kunci: Model pembelajaran, Pembelajaran berbasis masalah,
Kompetensi, Warga belajar, Keaksaraan usaha mandiri.
A. Pendahuluan
Upaya pengentasan penduduk buta
aksara sangat penting dalam pembangunan manusia. United Nations Development
Programme (UNDP) menjadikan angka melek huruf sebagai salah satu
komponen dari empat indikator penentu Human Development Index (HDI)
atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) suatu negara, di samping rata-rata lama
pendidikan, rata-rata usia harapan hidup (indeks kesehatan) dan pengeluaran
keluarga (indeks ekonomi). Bahkan bisa jadi komponen melek huruf merupakan
prasyarat sekaligus trigger bagi peningkatan indeks komposit lainnya
yang menjadi penentu IPM. Oleh karena itu, dilihat dari perspektif kepentingan
nasional, pemberantasan buta huruf mempunyai nilai sangat strategis dan menjadi
salah satu prioritas dalam pembangunan pendidikan.
Prioritas pemberantasan buta aksara
terhadap penduduk orang dewasa dalam pembangunan pendidikan, didasari oleh
pertimbangan: (1) satu-satunya cara meningkatkan HDI yang paling murah dan
cepat adalah dengan cara menurunkan jumlah buta aksara secara signifikan; (2)
tingkat keaksaraan penduduk suatu negara sangat mempengaruhi tingkat kesehatan,
gizi, kematian ibu dan anak, kesejahteraan, dan angka harapan hidup; (3)
pendidikan merupakan hak asasi setiap warga Negara, oleh sebab itu penduduk
yang masih buta akasara wajib dan prioritas memperoleh layanan pendidikan; (4)
penyandang buta aksara erat kaitan dengan kebodohan, keterbelakangan,
pengangguran, dan ketidakberdayaan menjadi miskin yang bermuara pada rendahnya
produktivitas penduduk. (Suryadi, 2007).
Sebagai wujud pencanangan gerakan nasional
pemberantasan buta aksara intensif, diimplementasikan dalam bentuk rencana aksi
nasional, dengan target pada tahun 2015 adalah “tercapainya peningkatan sebesar
50% pada tingkat keaksaraan orang dewasa yaitu kelompok usia 15 tahun ke atas
dan perempuan pada tahun 2015 dan akses
yang sama terhadap pendidikan dasar dan pendidikan berkelanjutan bagi semua
orang dewasa”. Sementara target yang ingin dicapai oleh Kabinet Indonesia Bersatu, adalah “Tercapainya peningkatan sebesar
95% pada tingkat keaksaraan orang dewasa yaitu kelompok usia 15 tahun ke atas
dan perempuan pada tahun 2009”. (RPJM 2004-2009). Pelayanan pendidikan bagi masyarakat yang masih
menyandang predikat buta huruf dilakukan melalui pendidikan keaksaraan.
Pendidikan keaksaraan merupakan salah
satu upaya untuk memenuhi hak-hak dasar memperoleh pendidikan, juga merupakan
bagian dari pemenuhan hak-hak asasi manusia.
Penuntasan angka buta huruf terutama untuk
kelompok produktif dibutuhkan sistem dan model pembelajaran masal, mustari,
menarik dan mumpuni yang mampu memberdayakan warga belajar sehingga out put pendidikan keaksaraan tidak saja
mampu mencapai standar kompetensi keaksaraan tingkat dasar dalam kemampuan
calistung saja, melainkan sistem dan model pembelajaran tersebut harus mampu
memberdayakan warga belajar untuk dapat mengembangkan kompetensi dasar tersebut
secara berkelanjutan kearah kemampuan berusaha untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya secara mandiri.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat
pasca pendidikan keaksaraan dasar pada umumnya masih merasa sulit keluar dari
jerat kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Bahkan masih
terjadi para lulusan yang pernah mendapat surat keterangan melek aksara tingkat
dasar mengalami penurunan kemampuan menjadi buta aksara kembali. Hal ini
disebabkan karena mereka yang telah
tergolong pasca pendidikan keaksaraan dasar masih belum memiliki kesempatan untuk memelihara dan
mengembangkan kemampuan keaksaraan yang fungsional bagi peningkatan kualitas
diri dan kehidupannya. Oleh karena itu warga belajar yang telah selesai
menguasai kompetensi keaksaraan dasar perlu dikembangkan lagi kompetensi
keaksarannya melalui program pendidikan keaksaraan yang dapat membantu dirinya
untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri.
Sejalan dengan
itu, dewasa ini sedang dikembangkan program Keaksaraan Usaha Mandiri
yang selanjutnya disingkat dengan KUM. Tujuan utamanya adalah untuk
meningkatkan keberdayaan penduduk butu aksara usia 15 tahun ke atas melalui
peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan dan berusaha secara mandiri. Untuk
memberdayakan warga belajar yang telah mencapai kompetensi keaksaraan tingkat
dasar, perlu dilanjutkan dengan program pendidikan keaksaraan yang dapat
mengembangkan kemampuan mereka untuk mampu berusaha secara mandiri.
Program pendidikan keaksaraan usaha mandiri yang
selama ini berjalan masih memiliki kelemahan terutama dalam aspek hasil
belajarnya, yakni kemampuan warga belajar dalam menguasai kompetensi keaksaraan
usaha mandiri masih rendah. Kelemahan ini disebabkan oleh lemahnya
komponen-komponen pengelolaan pembelajaran,
salah satunya adalah strategi
pembelajaran KUM meliputi : 1) Tutor cenderung masih menerapkan strategi
pembelajaran yang klasikal atau tradisional, metode ceramah sebagai andalan
dalam proses pembelajaran. 2) Pelaksanaan pembelajaran KUM belum menyentuh pada
ranah kebutuhan atau masalah dari warga belajar, 3) Ada cenderung bahwa
keputusan dalam pembelajaran KUM lebih banyak
dilakukan oleh tutor. 3) Jenis
usaha yang dikembangkan dalam pembelajaran KUM masih terbatas pada aspek
pengetahuan berusaha bukan pada kompetensi berusaha sebagai hasil pengalaman
nyata dan mendalam. 4) tindak lanjut kewirausahaan sebagai strategi keaksaraan,
masih terkendala dari aspek jaringan usaha dan modal usaha, sehingga proses
pembelajaran hanya sebatas tuntutan bantuan proyek saja.
Bertolak dari kondisi tersebut penelitian ini
bermaksud mengembangkan suatu model
pembelajaran yang dapat memberdayakan warga belajar pendidikan keaksaraan agar
dapat memelihara dan memperkuat
kompetensi keaksaraan mereka, dan dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat berusaha secara mandiri. Di
samping itu penelitian dan pengembangan model pembelajaran ini dimaksudkan
untuk meminimalisir kelemahan pembelajaran keaksaraan usaha mandiri (KUM) yang
selama ini terjadi. Dari gambaran
tersebut, diperlukan model pembelajaran keaksaraan yang mengintegrasikan
kemampuan memecahkan masalah dalam beruasaha
secara mandiri dengan kemampuan memelihara dan meningkatkan keberaksaraannya.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengangkat model pembelajaran keaksaraan usaha mandiri
tersebut, dengan mengembangkan model pembelajaran berbasis
masalah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri. Lokasi penelitian pada kelompok belajar
pendidikan keaksaraan di Desa Tugumukti Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bandung Barat.
B.
Perumusan dan
Pembatasan Masalah
Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ Bagaimana model
pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar
mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri? Secara rinci masalah tersebut dijabarkan ke dalam sub-sub masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana kondisi empirik model pembelajaran pendidikan keaksaraan usaha mandiri selama ini
di lapangan?
2. Bagaimana model konseptual pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar dalam
mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri?
3. Bagaimana implementasi model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar dalam
mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri ?
4. Bagaimana efektivitas model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan warga belajar dalam
mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri ?
C. Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dengan fokus penelitian pada
pengembangan model pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha
mandiri. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian dan
pengembangan (research and development), dengan menggunakan analisis
data secara gabungan yakni analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. penelitian dan pengembangan, menurut Borg dan Gall (2003: 570) ada sepuluh langkah kegiatan yang perlu
ditempuh yaitu: (1) survey terbatas dan
pengumpulan informasi (research and information collection), (2)
melakukan perencanaan (planning), (3) mengembangkan rancangan model
produk awal (develop preliminary form of product), (4) melakukan ujicoba
produk awal (preliminary field testing), (5) menyempurnakan (main
product revision), (6) melakukan uji lapangan produk utama (main field
testing), (7) memperbaiki kembali hasil uji lapangan (operational
product revision), (8) melakukan
ujicoba kembali (operational field testing), (9) menyempurnakan model
untuk mengembangkan model akhir (final product revision), dan (10)
diseminasi dan sosialisasi model (dissemination and distribution).
Dalam
pelaksanaannya, sesuai dengan keterbatasan kemampuan penulis, penelitian ini menempuh tujuh tahapan, yaitu: penelitian
pendahuluan, penyusunan model konseptual, validasi model konseptual, merevisi
model konseptual, melakukan uji coba
model, penghalusan model, dan desiminasi produk akhir.

Sumber: Data Pengelola,
2011
Lokasi penelitian pada
tiga kelompok belajar pendidikan keaksaraan usaha mandiri yaitu
(1) Kelompok belajar Pelita Harapan, (2) kelompok belajar Hebras
dan (3) kelompok belajar Sedap Malam,
dengan penyebaran subyek penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Penyebaran
Subyek Peneltian
Nama Kelompok
Belajar
|
Pengelola
|
Tutor
|
Warga
Belajar
|
Pelita Harapan
|
1
|
2
|
12
|
Hebras
|
1
|
3
|
12
|
Sedap Malam
|
1
|
3
|
16
|
JUMLAH
|
3
|
8
|
40
|
Analisis data dilakukan
dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif
dilakukan dengan mengorganisasikan data, mengelaborasikannya ke dalam
unit-unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting, dan membuat
kesimpulan. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan sebagai pendukung dengan
tujuan untuk memperoleh gambaran secara umum tentang peningkatan kemampuan
warga belajar mencapai kompetensi KUM.
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Deskripsi kondisi empiris pembelajaran pendidikan keaksaran usaha mandiri
dalam pelaksanaannya belum optimal yang ditunjukan dengan adanya permasalahan
menyangkut komponen input, proses output impact dan kemitraan. (1) input,
meliputi: Warga belajar keaksaraan usaha mandiri belum secara aktif terlibat
dalam kegiatan pembelajaran, dan
kurangnya motivasi warga belajar keaksaraan usaha mandiri untuk
mengembangkan materi pelajaran yang dipelajari dan. (2) Proses, yaitu: Strategi
pembelajaran yang klasikal dalam program keaksaraan usaha mandiri sehingga
dalam pembelajaran warga belajar memecahkan persoalan hanya sebatas memenuhi
ketercapaian program bukan ketercapaian kompetensi keaksaraan, pembelajaran
masih berpusat kepada tutor, waktu pembelajaran yang sangat terbatas sesuai
dengan alokasi program, dan belum jelasnya kompetensi yang harus dikembangkan
oleh pengelola program. (3) output, berupa kompetensi keaksaraan tidak menjadi
standar ketercapaian program subsidi. (4) impact, yaitu: belum dilakukan
kegiatan pendampingan sebagai bagian dari tindak lanjut subsidi program dan
tidak dilakukannya pemantauan ketercapaian kompetensi warga belajar keaksaraan
usaha mandiri oleh pemberi subsidi. (5) kemitraan, kemitraan yang terjalin
belum mendukung dalam pemberdayaan lulusan program.


Perencanaan program pembelajaran keaksaraan, adalah suatu
penentuan urutan tindakan, perkiraan kegiatan, serta penggunaan waktu untuk
suatu kegiatan pembelajaran keaksaraan yang didasarkan atas data tentang
kebutuhan, potensi dan sumberdaya di sekitar warga belajar, dengan
memperhatikan prioritas yang wajar dan efisien untuk tercapainya tujuan
pembelajaran.
Perencanaan
pembelajaran KUM menitikberatkan pada partisipasi warga belajar, karena
perencanaan pembelajaran program pendidikan keaksaraan memiliki prinsip
pembelajaran partisipatif, desain lokal, dan konteks lokal. Perencanaan pembelajaran yang
dikembangkan sebaiknya memuat hal-hal berikut:
(a) Tujuan yang jelas, dimana tujuan dari program ini adalah ketercapaian
kompetensi keaksaraan usaha mandiri (KUM) bagi tingkat pasca keaksaraan dasar.
(b) Penggalian informasi dan sumber-sumber informasi, upaya tersebut bertujuan
untuk memperoleh informasi program yang tepat dan sesuai dengan minat, potensi
dan berbasis pada masalah hidup warga belajar.
(c) Pelaksanaan perencanaan pembelajaran, yaitu penyusunan kaidah-kaidah
perencanaan pembelajaran, mulai dari silabus, RPP yang disertai dengan variasi
metode pembelajaran, sehingga warga belajar tidak merasa bosan atau jenuh.
Serta pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar itu
sendiri.
(d)Evaluasi perencanaan program, yaitu dapat diperoleh secara tertulis maupun
lisan. Selain tes tertulis, yang menandakan kemampuan keaksaraan warga belajar,
dapat pula melalui diskusi warga belajar yang mengangkat materi-materi serta
permasalahan dalam kehidupan warga belajar.
Model pembelajaran berbasis masalah
melatih dan mengembangkan kemampuan warga belajar untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi
pada masalah otentik dari kehidupan aktual warga belajar. Di samping itu
model ini pun sangat bermanfaat untuk
merangsang kemampuan warga belajar melakukan kemampuan berpikir tingkat tinggi
dalam memecahkan maslah. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana
kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar
warga belajar dapat berpikir optimal.
Dalam pelaksanaannya
pembelajaran berbasis masalah dalam pendidikan keaksaraan dapat ditempuh
melalui dua tahap yaitu yaitu
tahap problem posing dan
tahap problem solving.
Tahap problem posing merupakan suatu proses memunculkan
masalah, dan juga suatu langkah untuk memecahkan masalah yang lebih rumit dari
sebelumnya. Proses ini dapat dimunculkan dari situasi nyata yang dialami warga belajar atau dapat juga dimunculkan oleh tutor. Sedangkan tahap problem
solving merupakan pemecahan
masalah. Dalam problem solving ini pembelajaran meliputi dua
aspek yaitu masalah untuk menemukan
hal hal yang menjadi kerisauan warga belajar dalam menjalani kehidupannya (problem to find), dan masalah membuktikan bagaimana solusi yang dipelajari dapat membantu
memecahkan masalah nyata yang dirasakan warga belajar (problem
to prove).
Output dari proses
pembelajaran KUM adalah warga belajar memiliki kemampuan (personal skill – social skill – vocasional skilll) cakap dalam
mengenal diri, berfikir rasional, kerjasama, bertenggang rasa, memiliki
keterampilan yang dapat diandalkan serta mendayagunakan potensi dan peluang
yang ada di lingkungan sekitarnya baik untuk belajar maupun untuk jadikan
sumber mata pencaharian yang dapat diandalkan.out terseut dievaluasi melalui
tiga tahap penilaian yaitu penilaian awal, proses dan akhir, dengan melibatkan
warga belajar.
Untuk menghasilkan model pembelajaran
berbasis masalah yang dapat meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai
kompetensi keaksaraan usaha mandiri, model konseptual terlebih dahulu
divalidasi oleh pakar dan praktisi penyelenggara. Tujuan validasi adalah untuk
memperoleh tanggapan atau masukan dari pihak lain sehingga model tersebut layak
diimplementasikan.
Model pembelajaran berbasis masalah yang
diimplementasikan adalah model yang telah dilakukan validasi secara konseptual
sehingga komponen-komponen model memenuhi syarat.
Model yang diimplementasikan tersebut
terlihat pada gambar dibawah ini :
![]() |
Untuk mengetahui tingkat kelayakan model
pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai
kompetensi keaksaraan usaha mandiri peneliti melakukan uji coba sebanyak dua
kali. Pada uji coba tahap pertama dilaksanakan di kelompok peneliti terlibat
dalam diskusi perencanaan dan pelaksanaan program pembelajaran dan bertindak
sebagai fasilitator dan narasumber sekaligus pengamat. Dari hasil uji coba
tahap pertama diperoleh gambaran model pembelajaran berbasis masalah untuk
meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha
mandiri dapat terimplementasikan sesuai dengan harapan.
Pada uji coba tahap ke dua peneliti
bertindak sebagai pengamat terhadap implementasi model pembelajaran yang
dilaksanakan oleh tutor. Berdasarkan hasil uji efektivitas model yang dilakukan
melalui perhitungan rata-rata skor hasil pre test dan post tes diketahui bahwa
kemampuan warga belajar dalam mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri
meningkat setelah mengikuti pembelajaran berbasis masalah. Skor pre test di
ketiga kelompok tersebut memiliki rata rata sebesar 11.05; standar deviasi
sebesar 3.942. Hal ini mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan skor sesudah mengikuti pembelajaran
berbasis masalah pada program pendidikan keaksaraan usaha mandiri. Dari data
dapat terlihat bahwa rata-rata skor post test baca sebesar 14.58; standar
deviasi sebesar 3.500.
E. Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari gambaran asil penelitian bahwa : Pertama,
secara empirik pengelolaan pembelajaran pendidikan keaksaraan usaha mandiri
selama ini belum dilaksanakan secara optimal, sehingga berakibat kemampuan
warga belajar dalam mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri masih rendah.
Salah satu faktor penyebab rendahnya kompetensi warga belajar adalah model dan strategi
pembelajaran yang belum relevan dengan tujuan program pendidikan keaksaraan
usaha mandiri. Kedua, secara
konseptual model pembelajaran berbasis masalah yang dikembangakan dengan berpijak pada landasan teori, landasan
yuridis dan landasan empiris, meliputi
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ketiga,
dengan dukungan berbagai pihak antara lain pengelola, tutor, warga belajar dan
tokoh masyarakat yang ada, model pembelajaran berbasis masalah dapat
diimplementasikan sesuai dengan harapan. Keempat,
model pembelajaran yang dikembangkan setelah melalui implementasi menunjukkan
hasil yang efektif dalam meningkatkan kemampuan warga belajar mencapai
kompetensi keaksaraan usaha mandiri. Hal ini berarti bahwa implementasi
model yang dikembangkan secara
efektif mampu meningkatkan kemampuan
warga belajar mencapai kompetensi keaksaraan usaha mandiri.
Penelitian ini memberikan rekomendasi bahwa model pembelajaran berbasis masalah terbukti
mampu meningkatkan kompetensi warga belajar pendidikan keaksaraan usaha mandiri (KUM). Hal ini memberi indikasi bahwa model tersebut dapat
memberi masukan dan mendukung keberhasilan
program pendidikan keaksaraan usaha mandiri yang dikembangkan selama ini, baik
oleh praktisi,
pengelola dan penyelenggara pendidikan keaksaraan usaha mandiri, dan pemerintah melalui Dinas pendidikan yang menjadi agen penyelenggara pendidikan
keaksaraan usaha mandiri juga bagi peneliti lain yang berminat mengembangkan
penelitian lebih lanjut terkait dengan masalah pendidikan keaksaraan usaha
mandiri.
F.
Daftar Pustaka
Abdulhak, I. (1990). Program Kerja
Paket A Hubungannya dengan Motivasi Meningkatkan Pendapatan dan Motivasi
Mengikuti Pendidikan Lanjutan. Disertasi Sekolah Pascasarjana IKIP Jakarta.
Tidak diterbitkan.
Abdulhak, I. (1996). Strategi
dan Motivasi Pembelajaran Pendidikan Orang Dewasa. Bandung: Rosdakarya.
Amir,M. T. (2009). Inovasi
pendidikan melalui problem based learning: bagaimana
pendidikan memberdayakan pemelajar di era pengetahuan. Jakarta:
Pradana Media Grup.
Bhola. (1984). Literacy in Theory
and Practice. Cambridge University Press.
Bogdan,
Robert. and Biklen, Sari Knop. (1982). Qualitative Research For Education:
An Introduction to Theory and Methods.
Boston : Ally and Bacon;
Borg and Gall, (1989). Educational
Research, New York :Pinancing. Washington: The Word Bank.
Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitative &
Quantitative Approaches. London: Sage Publication, Inc.
Hudaya. (2006). Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Maslah
Pada Pemeblajaran Program Paket A. Direktorak Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Non Formal Ditjen PMPTK, Jakarta:
Depdiknas
Ibrahim, M dan Nur. (2005). Pengajaran
Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press.
Jalal, F., Supriadi D., (2001), Reformasi Pendidikan Dalam
Konteks Otonomi Daerah, Jakarta : Adicita Karya Nusa.
Joyce Bruce. Et al.(2000) . Models of Teaching. 6th Ed.
Allyn & Bacon: London
Knowles, M.
S. (1977). The Modern
Practice of Adult Education: Andragogy Versus Paedagogy, New York: Association Press
___________, (1984). Andragogy In Action. San Francisco:
Jossey-Bass, Inc.
Kusmiadi, A. (2007). “Standar
Kompetensi Tutor Pendidikan Keaksaraan: Refleksi dari Pengembangan Model di
Jayagiri”. Jurnal Ilmiah VISI Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
Non-Formal (PTK-PNF). Vol. 2, No. 1, 17 – 22.
Kusnadi et al. (2005), Pendidikan
Keaksraan Filosofi, Strategi, Implementasi, Jakarta : Ditjen PLS.
Universitas Pendidikan Indonesia.
(2008). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.
Winataputra S, Udin (2006) Pembelajaran
yang Mendidik dan Dialogis, Tinjauan Psiko Pedagogis, Bahan Diskusi dan
Latihan pada Diklat Pedagogik Widyaiswara
LPMP dan PPPG, FKIP dan PPS Universitas
Terbuka
Sumber Departemen :
Balitbang Pusat Data dan Informasi Pendidikan., (2003), Statistik
Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda tahun 2002/2003. Jakarta: Balitbang
Pusat Data dan Informasi Pendidikan Depdiknas
Direktorat Pendidikan Masyarakat,
(2005) Laporan Akhir Penelitian Kompetensi Tutor Dalam Proses Pembelajaran
Kelompok Belajar Keaksaraan Fungsional,
Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Keaksaraaan Ditjen PLSP,
Jakarta: Depdiknas.
--------------, (2003), Data Buta Aksara Propinsi dan Kabupaten
Seluruh Indonesia Tahun 2003, Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat.
--------------, (2003), Pendidikan Keaksaraan dan Rencana Aksi
Nasional, Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat.
--------------, (2003), Buku
Pedoman Tutor Program Keaksaraan Fungsional, Jakarta: Direktorat Pendidikan
Masyarakat.
--------------, (1998), Pedoman Pelatihan Tutor Keaksaraan
Fungsional, Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat.
--------------, (2009), Acuan Bantuan Penyelenggaraan Program
PBA, Inovasi Keaksaraan Untuk pemberdayaan, Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi
dan Lembaga/Organisasi Mitra, Ditjen Pendidikan Nonformal dan Informal,
Jakarta : Depdiknas
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2006. Gerakan
Nasional Percepatan Penuntasan wajib Belajar Pendidikan dasar Sembilan Tahun
dan Pemberantasan Buta Aksara.
UNESCO. (2000). Education for All 2000 Assessment Synthesis. Dakar :World
Education Forum.
Sumber Internet:
Duch, J. Barbara. (1995). Problems: A Key Factor in
PBL. [Online]. Tersedia :
http://www.udel.edu/pbl/cte/spr96-phys.html. [ akses 21 Juli 2010].
Glazer, Evan. (2001). Problem Based
Instruction. In M. Orey (Ed.), Emerging
perspectives on learning, teaching, and technology
[Online]. Tersedia:
http://www.coe.uga.edu/epltt/ProblemBasedInstruct.htm. [akses 17
Juni 2005].
Hafis Muaddab(2011) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) [Online]. Tersedia
di : http://hafismuaddab.wordpress.com
/2011/06/07/model-pembelajaran-berbasis-masalah-problem-based learning [akses 7
Juni 2011]
Hamzah,
(2004). Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. Tersedia :
http://www.udel.edu/pbl/cte/spr96-phys.html. [ akses 21 Juli 2010].
Major, Claire,H dan Palmer, Betsy.
2001. Assessing the Effectiveness of
Problem-Based Learning in Higher Education:
Lessons from the Literature. [Online]. Tersedia
: http://www.rapidintellect.com/AE Qweb/mop4spr01.htm [ akses 14 Juli
2010]
Santyasa, I W. (2004). Seminar
dan Lokakarya: Desain Pembelajaran Berbasis Model SOI. [Online]. Tersedia: http://www.freewebs.com/santyasa
/ PDF_Files /PEMBELAJARAN_MODEL_SOI.pdf. [akses:
12 April 2010]
Susento dan M. Andy Rudhito. (2009) Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah,
[Online]. Tersedia :
http://warungpendidikan.blogspot.com/2009/01/pendekatan-pembelajaran-berbasis_24.html [akses: 17 April 2011]
Terimakasih atas waktunya untuk berkunjung di rumah kecil ini. O ya, trims juga commentnya.
EmoticonEmoticon